Selasa, 04 Agustus 2009

Mengapa Wayang Diciptakan?

Wayang mempunyai sejarah yang amat panjang. Di samping itu, sudah banyak tulisan yang membahas tentang wayang, bahkan tidak sedikit ahli-ahli yang telah melakukan penelitian tentang sejarah wayang itu. Meskipun tulisan yang berupa hasil penelitian itu banyak yang saling bertentangan, serta masih sulit dibuktikan kebenarannya, namun ada misi khusus mengapa wayang itu diciptakan.

Istilah wayang berasal dari bahasa Jawa, yakni dari kata wayangan atau wayang-wayang (bayangan). Akar kata dari wayang adalah "yang", yang artinya selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Kata "yang" kemudian mendapat awalan wa sehingga menjadi wayang. Awalan wa dalam bahasa Jawa modern tidak mempunyai fungsi lagi, namun dalam bahasa Jawa kuno mempunyai fungsi, misalnya wahiri yang berarti iri hati. Ini berarti bahwa istilah wayang telah ada sejak zaman Jawa kuno ketika awalan wa masih berfungsi dalam tata bahasa.

Dengan demikian, wayang yang arti harfiahnya sama dengan bayangan, maka secara lebih luas mengandung pengertian bergerak satu tempat ke tempat lain atau bergerak kian kemari, tidak tetap atau sayup-sayup (bagi substansi bayang-bayang).

Yang dimaksud wayang purwa dalam tulisan ini adalah pertunjukan wayang yang ceritanya bersumber pada Mahabarata dan Ramayana. Memang diakui mengenai istilah purwa masih terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda. Ada yang berpendapat, kata purwa berasal dari kata parwa yang berarti bagian dari cerita Mahabarata. Untuk menyatukan dan menegaskan pengertian selanjutnya, dalam tulisan ini ditentukan bahwa yang dimaksud dengan wayang purwa adalah pertunjukan wayang yang cerita pokoknya bersumber pada cerita Mahabarata dan Ramayana.

Walaupun cerita wayang diambil dari Hindu, namun bangsa Indonesia tidak hanya menelan mentah-mentah. Menurut Dr Branders, orang Hindu mempunyai teater yang sama sekali berbeda. Sepanjang orang mengetahui, orang Hindu tidak pernah mengenal teater atau pertunjukan wayang. Jika mereka mempunyai pertunjukan, namun tidak ada yang sama dengan pertunjukan wayang. Hal ini dapat diketahui karena alat-alat dan nama alat-alat yang dipergunakan dalam pertunjukan wayang menggunakan alat-alat dan nama-nama Jawa seperti wayang, kelir, blencong, kothak, kepyak, dan dalang.

Bertolak dari kenyataan itu, maka jelaslah bahwa wayang telah ada di Jawa sebelum ada pengaruh Hindu yang terasa lebih kuat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terciptanya pertunjukan wayang atau bayang-bayang yang ada di Jawa sama sekali lepas dari pengaruh Hindu.

Ada pendapat bahwa lahirnya wayang di Jawa akibat pengaruh China. Pada masa Kaisar Wu dari dinasti Han (140-86 SM) sangat sedih karena meninggalnya istri yang dicintainya, maka datanglah seseorang yang dapat memanggilkan bayang-bayang istrinya. Pada malam hari, ia membentangkan tabir dan di belakangnya dinyalakan
sejumlah lampu. Dari belakang tabir itu, kaisar dapat melihat bentuk bayang-bayang dari istri tercintanya.

Meskipun ada persamaan bayang-bayang antara pertunjukan wayang Jawa dan China, dalam tata teknisnya terdapat perbedaan yang penting. Kita tidak mempunyai bukti bahwa pada zaman dahulu banyak orang China menetap di Jawa. Di samping itu, pertunjukan bayang- bayang di China tidak pernah sangat populer. Dengan demikian, jelaslah pertunjukan wayang di Jawa bukan pengaruh dari China.

Sampai saat ini tidak ada sesuatu data pun yang mendukung dugaan pertunjukan bayang-bayang Jawa mengambil alih unsur kebudayaan asing. Di sisi lain tidak ada pula ada alasan untuk menolak hipotesis bahwa wayang sepenuhnya diciptakan oleh orang Jawa, baik mengenai tatanannya maupun namanya.

Dengan demikian, sudah jelas bahwa wayang sudah sejak ribuan tahun mempunyai tempat yang kuat di dalam kehidupan orang Jawa. Sedangkan sifat dan watak dari pertunjukan wayang secara keseluruhan sesuai dengan moral dan alam pikiran Jawa asli.

Prasasti

Data-data yang membuktikan adanya wayang pada zaman kuno terdapat pada beberapa sumber yang berupa prasasti. Di Bali diketemukan empat prasasti tentang wayang, yaitu prasasti 762 C (850 M) yang menyebut tentang juru banyol dan aringgit abanyol. Prasasti 782 C (870 M) memuat tentang juru batata (dalang), dan prasasti 980 C (1058 M) yang menyebut-nyebut tentang ringgit.

Walaupun dalam beberapa prasasti menyebut tentang ringgit, tetapi dengan penyebutan yang berdiri sendiri-sendiri, maka masih sulit dicari kesimpulannya. Namun, bertolak dari berita-berita lain yang tertulis dalam prasasti itu maka dapat diketahui mulai masa kekuasaan Kahuripan dan Kediri di Jawa Timur atau sekitar abad ke-11 yang aman dan makmur telah diselenggarakan pertunjukan bayang- bayang. Pertunjukan tersebut menggunakan boneka kulit atau wayang kulit yang dilakukan di belakang layar atau kelir.

Pertunjukan tersebut merupakan suatu kegemaran yang populer sehingga para penyair memperoleh persamaan dari pertunjukan bayang- bayang. Ada kecenderungan pertunjukan itu mulai diiringi dengan suara-suara musik tertentu seperti saron dan lain-lain. Mengingat perkembangan kebudayaan atau pertunjukan bayang-bayang itu mengalami berbagai perkembangan, maka perkembangan yang muncul pada abad ke-11 tersebut sudah dimulai waktu yang lama sebelumnya. Karena itu bisa diyakini wayang merupakan kebudayaan asli Indonesia (sudah ada sebelum bangsa Hindu datang). Sedangkan mulai abad ke-11 tersebut pertunjukan wayang sudah seperti pertunjukan saat ini hanya bentuknya yang masih sangat sederhana (boneka kulit, dalang, gamelan, blencong dan sebagainya).

Pertunjukan wayang merupakan kesenian Jawa yang adiluhung. Namun, perkembangan wayang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Bahkan lebih memprihatinkan lagi bahwa seni yang adiluhung itu justru semakin diminati oleh orang-orang di negeri Barat, sedangkan pemiliknya justru mencampakkannya. Mudah-mudahan Festival Wayang Indonesia yang belum lama ini berlangsung di Yogyakarta mampu menyadarkan kita semua bahwa kita memiliki kesenian yang adiluhung dan menjadi sumber inspirasi
untuk membangun bangsa yang maju, modern, dan santun.

A KARDIYAT WIHARYANTO Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar